DETAIL BERITA

image

Indonesia Tawarkan Model Ekosistem Digital Aman untuk Anak di Forum Asia-Pasifik

JAKARTA, DISKOMINFOTIKSAN – Di hadapan para menteri dan pejabat tinggi dari kawasan Asia-Pasifik, Indonesia menegaskan bahwa transformasi digital tidak bisa sekadar mengejar kecepatan dan jangkauan. Ia harus berpihak pada generasi masa depan anak-anak. Dalam Pertemuan Tingkat Menteri Asia-Pacific Telecommunity (APT) 2025 di Tokyo, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyampaikan pendekatan Indonesia yang menggabungkan infrastruktur digital inklusif dengan regulasi perlindungan anak yang ketat.

 

"Dengan visi Indonesia Digital 2045 dan regulasi terobosan yang melindungi anak dari risiko digital, Indonesia mengajak seluruh negara di kawasan untuk bergandengan tangan membangun ekosistem digital Asia-Pasifik yang berkeadilan dan berkelanjutan,” ungkap Meutya Hafid saat berbicara dalam APT Ministerial Meeting Panel A – Sustainable Digital Infrastructure and Accessibility di Tokyo, Jepang (30/5/2025).

 

Dalam paparannya, Meutya menyoroti sejumlah capaian kunci Indonesia sepanjang 2024, termasuk peningkatan penetrasi internet nasional yang mencapai 79,5%. Capaian ini didukung oleh proyek strategis seperti jaringan tulang punggung Palapa Ring yang kini menjangkau lebih dari 500 kabupaten/kota, peluncuran satelit SATRIA-1 untuk memperkuat konektivitas di wilayah terpencil, serta program BTS 4G nasional yang menyasar daerah terluar, tertinggal, dan perbatasan.

 

Namun menurut Meutya, perluasan infrastruktur hanyalah fondasi awal. “Konektivitas saja tidak cukup. Kita perlu memastikan bahwa dunia digital yang kita bangun aman dan ramah bagi semua, terutama anak-anak sebagai kelompok paling rentan,” tegasnya.

 

Sebagai upaya konkret, Indonesia memperkenalkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 atau dikenal sebagai PP TUNAS, regulasi komprehensif pertama di Indonesia yang mengatur perlindungan anak di ruang digital. Regulasi ini mengedepankan prinsip child-first melalui sejumlah kebijakan progresif pembatasan akses berbasis usia dan risiko platform digital; Pelarangan profilisasi data anak untuk tujuan komersial; Kewajiban literasi digital bagi penyelenggara sistem elektronik (PSE); dan Sanksi tegas terhadap pelanggaran regulasi.

 

Meutya menjelaskan, “Anak di bawah usia 13 tahun hanya dapat mengakses platform digital ramah anak dengan risiko rendah dan harus disertai persetujuan orang tua. Sementara itu, platform dengan interaksi terbuka atau monetisasi agresif hanya boleh diakses mulai usia 16 tahun, juga dengan persetujuan aktif orang tua.”

 

Lebih jauh, Pemerintah Indonesia juga mengedepankan pendekatan lintas sektor melalui kolaborasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Pendidikan, Kementerian Dalam Negeri, BKKBN, dan Kementerian Agama dalam memperluas gerakan literasi digital nasional.

 

Selain PP TUNAS, Indonesia telah mengesahkan dua instrumen hukum penting untuk memperkuat kepercayaan publik terhadap ruang digital, yakni Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU No. 27/2022) dan pembaruan atas UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE – No. 11/2008 jo. UU No. 1/2024).

 

“Mari kita melangkah bersama menuju masa depan digital Asia-Pasifik yang aman, adil, dan memberdayakan—terutama bagi generasi penerus yang akan mewarisi ruang digital ini,” pungkas Meutya Hafid. 

(Mediacenter Dumai/HD)